Kamis, 09 Mei 2013

Sepenggal Kisah Tragedi POSO






Catatan Akhir Tahun dari Poso dan Palu (1)

Kumparan Kekerasan Melilit Kita
Minggu (12/12/2004), waktu masih menunjukkan pukul 19.00 Waktu Indonesia Tengah, tiba-tiba: Blarr!. Sebuah suara menggelegar mengisi rongga telinga. Beberapa detik kemudian, ratusan orang berlarian. Mereka adalah jemaat Gereja Immanuel, di Jalan Masjid Raya, Kelurahan Lolu, Palu Selatan, Sulawesi Tengah. Malam itu, seorang anggota satuan pengamanan (Satpam) bernama Binti Jaya (61) tersungkur dengan tangan kiri patah dan betis kanan ditembusi timah panas.

Orang ramai panik. Rupanya sekelompok orang memberondongkan tembakan ke arah para jemaat gereja. Setelah itu mereka melemparkan bom ke atap. Selain korban Binti Jaya, sejumlah jemaat lain mengalami trauma.

Beberapa saat sebelum itu, sekelompok orang juga menyerang jemaat Gereja Kristen Sulawesi Tengah Anugerah di Jalan Tanjung Manimbaya, Kelurahan Tatura, Palu Selatan. Akibatnya Rada Krisna (38) tertembak di bahu, Novri (17) tertembak di bagian belakang kepala, sedang Stevany (19) mengalami trauma.

Saat itu para korban langsung dilarikan ke Rumah Sakit Bala Keselamatan, Jalan Woodward, Kelurahan Maesa, Palu Selatan dan Rumah Sakit Umum Daerah Undata, di Jalan DR Soeharso, Kelurahan Besusu, Palu Timur.

Sontak peristiwa di pengujung tahun itu menyita perhatian warga Kota Palu yang tak seberapa besar ini. Orang ramai mungkin bertanya-tanya, apa lagi yang akan terjadi setelah serangkaian kekerasan serupa menjadi catatan buram selama 2004.

Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal Polisi Ariyanto Sutadi mencatat puluhan kasus kekerasan terjadi selama kurun waktu Januari-Desember 2004 ini di Poso dan Palu. Aksi-aksi kekerasan itu secara kualitatif meningkat. “Pelaku tidak hanya menggunakan senjata tradisional, tapi juga menggunakan senjata api rakitan atau pun organik. Bahkan ada yang memakai bom,” kata mantan Direktur I Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia ini.

Dapat dicatat aksi-aksi kekerasan itu berlatarbelakang berbeda. Mulai dari soal suku, agama, sosial, ekonomi, bahkan ada yang berlatar persoalan antarkeluarga yang kemudian menyeret empati komunal lebih luas lagi hingga berujung pada aksi kekerasan.

Di mulai dari Palu dan Parigi, Sulawesi Tengah. Pada 21 Januari 2004, penduduk Maranatha, Donggala (sekitar 30 kilometer dari Palu) yang bersuku Da’a (Kaili—red) bentrok dengan penduduk bersuku Bugis. Saat itu dilaporkan 1 korban tewas terkena tembakan senjata api rakitan laras panjang. Persoalan ini berlatarbelakang pada saling klaim kepemilikan sepetak lahan pertanian di perbatasan kedua kampung itu.

Menyusul kemudian pada 26 Mei 2004. Saat itu Jaksa Ferry Silalahi, jaksa di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah tewas ditembak orang tak dikenal saat kembali dari ibadah. Kejadian itu terjadi di Jalan Swadaya, Kelurahan Birobuli, Palu Selatan. Jaksa Ferry selama karirnya di Kejati Sulteng menanangani kasus-kasus terorisme yang melibatkan sejumlah anggota Mantiqi III Jamaah Islamiyah (JI) dan mujahiddin lokal.

Belum lekang dari ingatan orang ramai, pada 18 Juli 2004, kabar yang tak kalah mengejutkan terjadi di Gereja Effatha, Jalan Banteng, Kelurahan Tatura, Palu Selatan. Kala itu, Pendeta Susianti Tinulele tewas ditembak di atas mimbar gereja saat menyampaikan khutbah. Warga Kota Palu pun geger. Polisi melakukan razia 1 x 24 jam selama hampir sebulan di pintu gerbang keluar masuk Kota Palu. Pelaku penembakan diduga mereka yang terlibat konflik Poso.

Lalu, pada 3 Agustus 2004, sebuah mobil boks milik PT Anindita Multiniaga Indonesia, perusahaan penyalur rokok Djarum Super dirampok oleh kawanan yang lagi-lagi diduga terlibat konflik Poso. Mereka memakai senjata api laras pendek. Tiga pelaku perampokan bersenjata itu telah ditangkap.

Lagi-lagi bentrok antarsuku terjadi di Lembah Palu pada 3 September 2004. Kali ini terjadi antarwarga bersuku Kaili dan Bugis di Sidondo, Donggala (sekitar 35 kilometer dari Palu). Ada yang memakai senjata tradisional seperti parang, sumpit dan tombak, ada pula yang diketahui memakai senjata api rakitan laras panjang. Persoalan dasarnya adalah masalah sosial dan ekonomi. Secara kasat mata, warga Suku Bugis lebih maju secara ekonomi tinimbang warga Suku Kaili, yang merupakan komunitas suku asli di Lembah Palu.

Nah, pada 17 September 2004 kasusnya tergolong unik. Soalnya, sesama warga Suku Kaili di Pesaku dan Sidondo, Donggala saling serang. Persoalan bermula dari persoalan antarpemuda yang menyeret empati komunal yang kemudian termobilisasi untuk saling menyerang.
Sekarang dari Palu menuju Poso. Pada Februari 2004, sejumlah jemaat yang tengah melakukan kebaktian di Gereja Tabernakel di Kilo Trans, Poso Pesisir diberondong tembakan. Sekitar 7 orang luka-luka. Pelaku juga belum berhasil diungkap Polisi.

Lalu, Pada 30 Maret 2004, Dekan Fakultas Hukum Universitas Sintuwu Maroso Ros Polingo ditembak dari jarak dekat. Untungnya, nyawanya masih bisa tertolong. Peluru yang dimuntahkan dari senjata api rakitan laras panjang hanya menyerempet kulit lehernya. Kepolisian Resor Poso menduga pelaku salah sasaran.

Pada hari yang sama sekitar pukul 19.00 WITA, seorang pendeta muda di Gereja Pantekosta, Membuke, Poso Pesisir tewas ditembak. Sebelum itu istrinya sempat mempersilahkan salah seorang kawanan penembak itu untuk masuk ke rumahnya. Pendeta itu ditembak saat tengah memperbaiki bohlam listrik. Sampai kini pelakunya belum berhasil diungkapkan Polisi.

Menyusul kemudian pada 8 November 2004. Seorang Warga Negara Indonesia keturunan Cina bernama Tommy Sanjaya alias Imbo tewas ditembak ketika tengah mengemudikan angkutan umum di ruas jalan perbatasan Madale dan Tegalrejo, Poso Kota. Kapolres Poso Ajun Komisaris Besar Polisi Abdi Dharma menduga pelaku bekerja sama dengan masyarakat setempat. “Sebab dari keterangan para saksi, Tommy seperti sudah ditunggui untuk melewati jalan itu,” sebut Abdi.

Penembakan Tommy masih segar dalam ingatan, warga Kota Poso kembali dikejutkan dengan aksi kekerasan yang menewaskan Kepala Desa Pinedapa, Carminalis Ndele. Carminalis dibunuh di Kawende (sekitar 2 kilometer dari Pinedapa) lalu potongan kepalanya dibuang di ruas Jalan Sayo, Poso Kota (sekitar 40-an kilometer dari Pinedapa). Pada kasus ini Polisi mengidentifikasi sejumlah tersangka. Para tersangka diduga adalah orang-orang lama yang terlibat konflik Poso.

Saat kasus pembunuhan Carminalis masih hangat dibicarakan, peledakan bom di angkutan umum di depan Pasar Sentral Jalan Pulau Sumatera, Poso Kota pada 13 November 2004 langsung menyita perhatian. Sebanyak 7 orang tewas dalam aksi peledakan bom itu. Polisi memeriksa 10 orang saksi, termasuk para penumpang yang selamat. Bahkan dua pekan lalu, Polisi menahan Jose Bunga Tandi, warga Sepe, Malei Lage yang diduga mengetahui aksi peledakan bom itu.

Pekan-pekan berikutnya, Poso mendapat kunjungan Kapolri Jenderal Polisi Da’i Bachtiar, Menteri Koordinator Politiik, Hukum dan Keamanan Widodo AS, Menteri Dalam Negeri M. Ma’ruf dan Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Endiarto Sutarto. Selain memberikan bantuan kepada korban dan keluarganya, Menkopolhukam Widodo AS menegaskan pemerintah benar-benar memperhatikan penyelesaian kasus-kasus yang terjadi di Poso.

Bersamaan dengan kunjungan Kapolri Da’i, sebanyak 12 orang anggota intelejen Polri dari Polda Metro Jaya dan Polda Jabar dikirim ke Poso untuk membantu pengungkapan sejumlah kasus di Poso. Kabareskrim Polri Inspektur Jenderal Polisi Suyitno Landung, selama beberapa waktu memimpin langsung tim Laboratorium Forensik Polri di Poso. Poso kembali jadi perhatian. Sidang-sidang kabinet dari kementerian terkait kembali menjadikan Poso salah satu agenda pembicaraannya.

Selain kasus-kasus itu, sejumlah kasus kekerasan yang lebih kecil lainnya terus terjadi di Palu, Parigi dan Poso. Yang menjadi perhatian adalah kasus di mana aksi-aksi kekerasan dilakukan dengan senjata api rakitan ataupun organik, bahkan bom yang oleh Polisi disebut Improvised Explosive Device (IED).

Dalam catatan Polda Sulteng sepanjang 2004 telah terjadi 28 kasus kekerasan bersenjata yang menonjol. Hanya pada Juni 2004 saja tidak ada kasus yang terjadi. Akibat dari aksi-aksi kekerasan itu sekitar 20 orang meninggal dunia dan 30 orang lainnya luka berat.

Yang juga harus dicatat oleh masyarakat, menurut Direktur Lembaga Pengembangan dan Studi Hak Azasi Manusia (LPS-HAM) Syamsu Alam Agus adalah aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan. Alam mencontohkan kasus Bambang yang ditangkap dan ditembak Polisi pada 29 Juli 2004 di Betue, Lore Utara, Poso. Lelaki itu diduga sebagai tersangka penembak Jaksa Ferry, tapi ternyata kemudian tidak terbukti dan dilepaskan.

Jadi memang kumparan besar kekerasan tengah melilit kita, yang menurut Rizali Djaelangkara, pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako juga diajarkan oleh Negara. “Kita bahkan memiliki standar ganda melihat kekerasan. Kalau kekerasan itu dilakukan aparat keamanan, kita melihatnya sebagai sebuah aksi yang dilegitimasi oleh hukum atau atas kepentingan umum,” demikian hemat Rizali.

Ya, kumparan kekerasan tengah melilit kita. Melilit orang-orang Poso dan Palu. Semoga fajar Tahun Baru 2005 nanti menghapus dendam, duka lara dan nestapa para korban angkara di Poso dan Palu.
[jgbua





KRONOLOGI TRAGEDI POSO


Yang kami sajikan disini adalah ringkasan peristiwa demi peristiwa yang terjadi di Poso sehubungan dengan timbulnya kerusuhan sosial yang cukup mengenaskan dan meluluhlantakkan sanubari bagi setiap insan yang masih memiliki nurani.


Sebagaimana kita ketahui bahwa tragedi terakhir ini adalah kerusuhan yang terjadi untuk ketiga kalinya, dengan rentetan kejadian-kejadian sebagai berikut :


Senin 22 Mei 2000


BERJAGA-JAGA


Suatu ketika terbetik berita bahwa pasukan crusader dengan menggunakan seragam ninja akan melakukan aksi dendam terhadap warga muslim di Poso, dan malam itu segenap warga berjaga-jaga untuk mewaspadai timbulnya kemungkinan-kemungkinan yang tidak diharapkan. Mereka membuat pos-pos kewaspadaan secara suka-rela guna membantu tugas aparat menjaga keamanan kota.


DITIDURKAN OLEH PETUGAS PEMDA SERTA APARAT


Sekitar Pk. 21.00 malam : Pemda Poso mengeluarkan pengumuman melaui mobil unit penerangan yang dikawal oleh mobil dinas camat Poso-kota serta mobil patroli Polisi. Mengumumkan kepada segenap masyarakat muslim kota Poso dan sekitarnya, bahwa berdasarkan laporan dari camat Pamona-Utara serta Polsek Pamona utara, tidak membenarkan (membantah) isyu adanya massa yang turun dari Tentena untuk menyerang warga Muslim di Kota Poso. Selanjutnya dalam pengumuman tersebut dikatakan ; Dan diharapkan kepada masyarakat Poso dan sekitarnya supaya tenang, dan keamanan dijamin oleh Muspida Poso dan aparat keamanan setempat.


Selasa 23 Mei 2000


SERANGAN ITU DATANG SAAT WARGA TERPULAS DALAM LELAP


Dalam embun yang dingin itu, dari balik bukit yang melingkari sebagian kota Poso, ayam-ayam hutan mulai berkokok merdu dan lantang membangunkan warga muslim disekitarnya untuk berwudhu dan menyembah Tuhan diwaktu subuh.

Bersamaan dengan itu terdengar dentingan-dentingan hingar bingar suara tiang-tiang listrik yang sengaja diketuk bertubi-tubi sebagai isyarat bahwa barisan sang angkara murka telah memasuki pintu gerbang kota Poso.


Warga muslim yang masih gelagapan dari lelap dikala itu merasa sangat bingung dan sedikit panik, dikarenakan ibadah tempur dan ibadah sholat datang pada waktu yang bersamaan. Beberapa saat muslim-muslim itu masih dalam kebimbangan untuk memilih apa yang harus didahulukan antara berjihad atau sholat subuh, disebabkan kedua masalah itu merupakan ibadah wajib. Momentum tersebutlah yang dimanfaatkan pasukan ninja yang dipimpin oleh seorang residivis bernama Kornelis Tibo melancarkan aksi biadab mereka.

SERANGAN MEMBABI BUTA


Hanya beberapa menit saja dalam aksi tersebut pasukan ninja telah berhasil mencincang seorang prajurit bayangkara yang saat itu berusaha meredam aksi para ninja. Malang tak dapat dielakkan menyelubung nasib Serma (Pol) Kamaruddin Ali (Nrp.53050066), pendekar itu tergeletak dalam rengkuhan ibu pertiwi dan gugur sebagai kesuma bangsa. Kematian yang sangat mengenaskan memang, leher dan lengannya terputus dari tubuh. Namun demikian korban ini tetap nampak sebagai ksatria meskipun uniform kepolisian yang dikenakkannya telah berlumuran darah sebagai noda2 kemurkaan ummat kristiani terhadap warga muslim di Poso.


Selang beberapa menit, manakala seorang muslim yang saat itu melintasi jalan raya yang masih sepi untuk melaksanakan sholat subuh, dan secara tidak sengaja berpapasan dengan pasukan ninja yang menamakan dirinya kelompok kelelawar merah, ketika itu juga pembantaian kedua dialami oleh Baba (asal Gorontalo) warga muslim kayamanya berusia kira-kira 70 tahun, kakek ini tidak sempat melaksanakan niatnya untuk berjama'ah di masjid, karena kepalanya telah terpisah dari badan, dan jasad itu dilemparkan ke dalam parit yang berada ditepian jalan raya disekitar tempat kejadian.


Melihat kejadian yang keji itu, Sampara daeng Buang mencoba melakukan perlawanan dengan menerobos dan menghajar ketengah-tengah barisan ninja, namun perlawanan Sampara tidak membuahkan hasil yang dia harapkan, sebab ternyata pasukan ninja telah dilengkapi pakaian besi, dan Sampara mengundurkan diri setelah mengalami luka yang cukup parah.

Dalam azan yang mendayu-dayu ditengah keheningan ambang fajar yang mulai menyentuh ufuk langit, Abdul Syukur (mantan lurah Maengko) sedang mengayuh langkahnya menuju masjid untuk sholat berjama'ah, namun langkah-langkah itu terhenti sebelum ia tiba diserambi masjid Maengko, lehernya ditebas pasukan ninja dengan cara yang sangat biadab. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Abdul Syukur telah pergi menuju matahari lain.



KRONOLOGIS KEJADIAN KERUSUHAN MASSA DI KOTA POSO PADA TANGGAL 25 DESEMBER 1998.


1. Pada hari jumat tanggal 25 Desember 1998

pkl. 02.00 Wita : Terjadi penganiayaan di mesjid Darusalam Kel. Sayo terhadap Korban yang bernama Ridwan Ramboni, umur 23 tahun, agana Islam, suku Bugis palopo, pekerjaan mahasisiwa, alamat Kel. Sayo, yang dilakukan oleh Roy Runtu Bisalemba, umur 18 tahun, agama Kristen protestan, suku pamona, pekerjaan, tidak ada, alamat jl. Tabatoki – sayo.

Akibat penganiayaan korban mengalami luka potong dibagian bahu kanan dan siku kanan,selanjutnya dirawat di RSU Poso.


Pkl. 02.30 . Timbul reaksi dari pemuda/ pemuda Remaja mesjid terhadap kasus yang dimaksud dan beredar isu –isu sbb.

- Pelaku penganiayaan (Roy Bisalemba) terpengaruh minuman keras, sehabis minum di toko lima di jalan Samratulangi.

- Anak kandung pemilik toko lima (Akok) WNI keturunan cina di isukan telah melontarkan kata-kata “Umat Islam kalau buka puasa pake RW saja “

- Imam masjid di Sajo telah dibacok didalam masjid hingga di Opname I Rumah Sakit.

Pkl.14.30 Wita. Sekelompok pemuda/remaja Islam Masjid Ke Kayamanya berjumlah 50 orang mengendarai truk turun di muka RSU Poso ,menengok Korban Lk.LUKMAN RAMBONI, selanjutnya berjalan menuju took LIMA dijalan Samratulangi melakukan pelemparan took tersebut dengan batu dan kayu.


Pkl.14.45 Wita .Sasaran pengrusakan diarahkan kerumah tempat tinggal penduduk milik tersangka (ROY BISALEMBA) dijalan Yos Sudarso Kel. Kasintuwu dan beberapa rumah keluarga tersangka di jalan Tabatoki Kel.Sayo. Massa merusak bangunan dan isi perabot rumah tangga dengan batu,kayu, dan senjata tajam.


Pkl. 15.15 Wita. Sekelompok pemuda /remaja berjumlah sekitar 300 orang merusak penginapan dan diskotik DOLIDI NDAWA diJln.P.Nias Kel.Kayamanya ,menggunakan batu dan kayu.


Pkl. 18.45. Wita .Massa berjumlah 300 orang merusak tempat Billyard dijalan P.Sumatra Poso. Selanjutnya massa dari ummat Islam kel.Kayamanya bergabung dengan massa kelurahan Moenko berjumlah sekitar 1000 orang melakukan pengrusakan losmen/diskotik LASTI dijalan P.Seram Kel.Gebang Rejo,hingga bangunan rumah dan diskotik serta isi rumah dan beberapa ratus botol minuman keras dihancurkan.


Pkl. 19.00 Wita. Pasukan PAM PHH memblokade massa dijembatan penyembrangan kuala Poso yang bermaksud untuk bergabung dengan massa remaja Islam Masjid kel. Bone Sompe dan Kel.Lawanga . Terjadi sedikit ketegangan antara aparat dengan massa yang tetap memaksakan kehendaknya menembus barisan PHH, namun massa dapat dikendalikan .


Pkl. 20.20 Wita. Sebagian massa yang terbendung pasukan PHH kembali menuju kompleks pertokoan dan tempat-tempat hiburan yang biasanya dijadikan tempat menjual miras dan membawa prostitusi, selanjutnya massa melakukan pengrusakan dengan cara melempar dengan batu dan merusak dengan pentungan kayu, pentungan besi dan senjata tajam /parang:

  1. Toserba intisari lantai II dilempar hingga etalas toko pecah.
  2. Toko Hero diJln.P.Irian dilempar hingga kaca toko pecah.
  3. Pabrik Minuman Keras merek SAR di Kel.Kayamanya dilempar mengenai atap Seng.
  4. Toko Asia diJln.P.Irian dilempar hingga kaca toko pecah.
  5. Hotel Kartika dirusak dan kasur busa hotel dibakar diJalan Raya.
  6. Hotel Anugrah Inn di rusak meliputi kaca dan isi perabotan Hotel diruang Resepsionis dan ruang penerima tamu hotel.
  7. Penginapan WatiLembah di jln.P.Batam dilempar hingga kaca bangunan tempat/hotel pecah.
  8. Rumah makan Arisa diJln.P.Batam Kel. Moenko dibakar dan seluruh minuman keras dikeluarkan dan dipecahkan diJalan Raya dan sebagaian lagi dibakar.


Sedangkan massa berjumlah 500 orang dari masyarakat Kel.Bonesompe dan Lawanga juga melakukan pengrusakan Hotel NELCON CYTY HOTEL dan Toko TIGA DARAH.


Pkl. 23.00 Wita. Massa membubarkan diri, situasi dapat terkendalikan


Sabtu, 26 Desember 1998.

Pkl. 07.00 Wita. Massa dan Risma dari arah Gerbang Rejo, Kayamanya, Moenko bergerak mencari Toko dan Gudang yang diduga ada Miras . Demikian pula massa dan Risma dari Arah kelurahan Lawanga , Bonemsompe dan Sayo masing-masing bergerak mencari miras yang ada diToko dan Gudang.Kemudian semua miras dikumpul pada tempat parkir lapangn MAROSO, sampai pada pukul 15.30 Wita miras yang terkumpul dari berbagai jenis sejumlah 15 truk yang diperkirakan puluhan ribu botol yang besar maupun kecil.


16.00 bupati bersama Kapolda Sul-teng Muspida Tingkat II Poso bersama tokoh Agama dan masyarakat menyaksikan pemberantasan miras dengan menggunakan alat berat sten wals maka lembah got lapangan Maroso mengalirlah cairan miras laksana bah air hujan dengan bau yang menusuk hidung sementara umat Islam sedang berpuasa. Demikianlah selanjutnya miras senentiasa terkumpul lalu dimusnakan. Kemudian sore itu juga Kapolda Sul-teng kempali kepalu.


17.00 Massa dari arah lawangga Bonesompe dan Gebangrejo bergerak menuju kel. Untuk menuntaskan miras yang ada di Toko lima yang diduga masih ada sekitar ribuan botol yang terdapat diruang bawah tanah. Pada waktu massa ingin mengambil miras tersebut maka toko Lima telah dibendung oleh massa pemuda Kristen dan masyarakatnya. Tidak diizinkan untuk diganggu termaksuk mengamankan kel. Lombogu dari. Demikianlah keadaan berlangsung sampai malam hari kerusuhan demi kerusuhan terjadi.

19.00 Massa dan Risma kembali berjalan ditambah lagi massa dari desa Tokorondo Kec. Poso Pesisir sehingga masssa besar ini terpaksa berhadapan dengan pasukan PPH dijembatan besar sungai Poso di tengah kota dengan massa yang diduga dipimpin Herman Parimo + 20 truk.


19.30 Rapat dan musyawarah Tokoh Agama Kristen dan Islam serta tokoh pemudanya yang dipimpin oleh bupati bersama Muspida dan ketua DPR Tingkat II Poso. Dalam musyawarah tersebut diputuskan bahwa semuanya sepakat dan menyatakan perdamaian. Keadaan itu di sosialisasikan dan dinyatakan aman. Namun suara massa sudah ribut dan hiruk pikuk karena sudah terjadi bentrok tawuran.


20.00 Toko agama ulama dan pendeta serta toko pemuda Islam dan Kristen dipimpin oleh Muspida Tingkat II Poso bergerak menuju tempat kerusuhan untuk mengendalikan massa yang sudah terjadi bentrok tawuran, dalam keadaan hujan batu tersebut massa tidak bisa diterobos terpaksa pasukan PPH Brimob dan Polisi melepaskan tembakan peluru hampa dan peluru karet kemudian massa kembali lalu tokoh memberi nasehat dan berdoa bersama kemudian bubar, namun dilain pihak massa masih terjadi tauran diarah kelurahan Lawanga dengan Lombogia masih terjadi tauran sporadis sampai pagi hari.


Minggu, 27 desember 1998


08.00 bupati bersama muspida dan tokoh agama dan tokoh pemuda dan tokoh masyarakat begerak menuju pasar sentral untuk mensosialisasikan kesepakan damai dan dinyatakan aman.demikianlah tiem bergerak dari pasar kemasing-masing kelurahan sampai tuntas kelurahan dan dinyatakan aman dan damai .


18.30 malam hari sesudah buka puasa bupati bergerak bersama tiemnya menuju desa Tagolu untuk mensosialisasikan perdamaian dengan massa yang dipimpin oleh Herman parimo (tokoh GPST semasa perang dengan PERMESTA). Massa tersebut diperkirakan dari 12 desa dari kecamatan Pamona utara dan lage + 40 truk, namun herman ternyata acuh karena sementara Bupati berpidato herman meninggalkan tempat sehingga bupati bersama tim pulang kekota Poso.


22.00 Pasukan herman parimo bergerak menuju kota Poso dan melakukan demonstrasi kekuatan sambil melempar rumah-rumah dan toko-toko disekitar Jl. P. Kalimantan dan Sumatra sehingga masyarakat gebangrejo kaget karena sudah damai dan aman mengapa masih ada kerusuhan dengan serangan tiba-tiba sementara masyarakat sudah tenang istirahat setelah sholat tarawih.


22.30 Pasukan PPH mengundurkan pasukan massa Herman Parimo dan diundurkan dari arah pasar sentral. Kantor Polres hingga jembatan sampai dibundaran ujung utara jembatan poso. Massa Gebangrejo yang minus mengadakan perlawanan hanya puluhan orang hingga pagi hari.


Senin, 26 Desember 1998


05 45 Massa yang dipimpin oleh Herman Parimo yang berkumpul disekitar perempatan terminal Tentena (Lombagia) sampai desa Tagolu Kec. Lage bergerak menyatu kekota Poso dan mulai menyerang ke kelurahan lawangga kampong arah serta melempari dengan batu. Demikian pula kelurahan Bonosompe telebih lagi kelurahan Gebangrejo massa tersebut yang berjumlah + 5000 personil karena di kelurahan Lawanga sudah mulai tejadi maka tokoh masyarakat Islam Yahya Magun diundang oleh Tokoh Masyarakat Lombogia untuk menenangkan keadaan namun Tokoh tersebut pada waktu tiba hanya mendapat serangan dan hampir kena bacok parang lalu menghindar dari kerusuhan tak bisa terelakan.


06.00 Massa herman Parimo yang seluruhnya beragama kristiani + 5000 personil itu mulai menyerang melempar dan membakar rumah penduduk Islam Jl. P. Kalimantan kemudian massa Islam datang satu demi satu mengadakan perlawanan dari anak-anak sampai orang tua pria dan wanita dan komando jihad fi sabilillah mulai dikumandangkan dikumandangkan dengan pekik Allahu akbar. Oleh tokoh masyarakat Islam yang punya karismatik maka terjadilah bentrokan dengan menggunakan lemparan batu. Tombak, parang, senapan angin dan lain-lain termasuk bom Molotov (rakitan dengan mengunakan botol) dari kedua bela pihak dan massa muslim bergerak dari arah gebangrejo, kayamanya, moengko,lawangga, dan bonosompe + 1000 personil melawan 5000 personil massa Kristen yang dipimpin oleh Herman Parimo. Demikanlah bentrokan terjadi tanpa seorang pun aparat keamanan yang mampu mengendalikan bentrokan berlangsung pada pukul 06.00 pagi sampai dengan jam 12 siang dan massa kristiani yang dipimpin Herman Parimo mengundurkan diri serta lari kearah gunung bukit pancaran TVRI yang lainnya menyerah minta ampun dan minta perlindungan dari massa umat Islam mereka pun semuanya dilindungi dan diamankan dalam ruang gereja tanpa ada ganguan sedikitpun.


12.00 Massa Islam bersama Risma menguasai kota secara keseluruhan. Kemudian massa dari desa Tokorondo kecamatan Poso pesisir, parigi dan ampana seluruhnya + 500 orang personil datang membantu mengamankan kota karma diperkirakan pasukan Herman parimo akan datang menyerang kembali namun pada sampai tanggal 29 Desember 1998 tidak ada penyerangan dan Herman Parimo malah dikejar dan melarikan diri ke selawesi selatan daerah palopo.


15.30 Massa Islam mengamankan kota dan membuat pos-pos jaga (posko) dimasing-masing kelurahan, lingkungan RT, RW massa dari parigi jaga diposko ujung jembatan baru. Massa Ampana menjaga diposko perempatan terminal tentena, massa Islam dalam kota menjaga masing-masing lingkungan dengan dikoordinir masing-masing Risma setempat.



Selasa , 29 desember 1998


09.00 kunjungan gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Tengah memimpin rapat yang dihadiri MUSPIDA Tingkat I, Tokoh masyarakat,Tokoh Agama Tingkat I MUI, Pendeta Sinode, Bupati KDH Tingkat II dan muspida serta tokoh-tokoh Agama dan masyarakat di kota poso bersama kelompok yang menamakan diri Mujahid Fisabilillah melalui coordinator selaku juru bicara ,membicarakan keamanan Kota Poso setelah dikuasai oleh Anggota Mujahid Fisabilillah Umat Islam ( disingkat Mujahid ) Kota Poso .karena aparat keamanan tidak berfungsi secara maksimal selama kerusuhan berkecamuk.


13.00 Tercapai kesepakatan bahwa :

1. Keamanan kota Poso berangsur ditangani oleh aparat keamanan, yang pelaksanaannya secara bersama masyarakat kota Poso dan mujahid.

2. Menagani menurut hukum yang berlaku, oknum-oknum yang diduga sebagai provokator.


16.00 Pertemuan Pemda Tingat I dengan semua Tokoh agama serta koordinatir coordinator mujahid fisabilillah, membahas keadaan yang porakporanda akibat kerusuhan. Serta keberadaan Herman Parimo (oknum yang diduga salah satu provokator). Upaya mengembalikan penduduk yang mengungsi pemulihan kecamatan serta menormalkan kembali fungsi pasar.


17.00 Aparat keamanan bersama masyarakat kota Poso dan mujahid. Dalam pengamanan kota Poso dengan system ronda/ jaga malam.


Rabu, 30 Desmber 1998


06.00 Para pesuru yang mengunsi berdatangan menyerahkan diri kepada petugas dan penduduk yang mengawasi mulai berdatangan kembali dalam keadaan lemah :

1. Ditampung dan dilayani (makan) diposko penampungan yang dipusatkan do GOR Poso.

2. Yang Luka-luka diawali dirumah sakit.


08.00 Pasar sentral sebagai pusat perekonimian masyarakat kota Poso mulai pulih kembali. Para penjual dan pembeli sudah berdatangan sehingga kegiatan sudah kembali seperti biasa.


09.00 Keadaan kota Poso sudah pulih dan netral.


Jum’at 8 Januari 1999


Pertemuan tokoh Agama. Ulama, pendeta dan tokoh agama Islam, tokoh pemuda Kristen dihadapan bupati kepala daerah tingkat II Poso dan Muspida Tingkat II Poso serta Tim Komnas HAM pusat menghasilkan kesepakatan perlu membentuk Forum Komunikasi antar umat beragama Kabupaten Poso.


Selasa 12 Januari 1999


Terbentuk Forum Komunikasi Antar Umat Beragama Kabupaten Poso yang denganterbitnya Surat Keputusan BKDH Nomor 454.5/0207/ SOSIAL tentang pembentukan Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKAUB) di Kabupaten Dati II Poso.


Selasa, 26 Januari 1999


FKAUB Mengadakan Rapat dan menghasilkan

  1. Tata kerja FKAUB
  2. Program Kerja FKAUB
  3. Pembentukan pos Komunikasi FKAUB.



DIKELUARKAN DI : POSO

PADA TANGGAL : 1 APRIL 1999


FORUM KOMUNIKASI ANTAR UMAT BERAGAMA

KABUPATEN POSO

KOORDINATOR

KEPALA KANTOR DEPARTEMEN AGAMA

KABUPATEN POSO,





H. MUH. ADNAN ARSAL, S Ag
Nip 150 181 678

RAHASIA PENUH RAHASIA DAN RAHASIA


Ditujukan untuk diketahui oleh seluruh masyarakat yang beragama Kristen Kab. Poso, bahwa program dan tujuan akhir dari perjuangan Kristen Kab. Poso ialah untuk menjadikan provinsi Kristen sulawesi tengah.

Adalah meenjadi tanggung jawab itu semua yang beragama Kristen.


Unttuk itu diserukan kepada kita semua agar menyatukan paham demi darah yesus kristus hidup atau mati siapun penghalang kita harus dibereskan dari bumi, untuk itu perhatikn hal-hal sebagai berikut :


1. Kode : Ikat kain merah dikepala

Seruan : Yesus di jawab Yes

2. Sasaran rebut kota Poso dan sekitarnya dan habiskan Islam dan para pemimpin-pemimpin Islam.

3. Peendeta menyamar sebagai pemika Islam (berdaakwah)

4. Rumah Ibaadah jangan dirusaak karena kelak berguna untuk kita termasuk rumah sekolah.

5. kaum Kristen yang berbeda di tengh umat Islam tetap menunggu di tempat menunggu pasukan kita langsung bergabung.


Sasaran Utama


  1. Kota Poso dan sekitarnya
  2. Kota Aampana dan sekitarnya
  3. Kecm Parigi daaan sekitarnya
  4. Kec. Pesisir dan sekitarnya
  5. Kec. Lage dan sekitarnya
  6. Ulumboga dan sekitarnya

Untuk kecamatan Tojo menjaddi basis pertahanan kita yang berpusat di tanah manaw bunyuntaripa, PHB gandatar, dan malewa. Kemudian umat Kec. Tojo kita singkirkan.

  1. Kita paksa mereka untuk bergabung beragama Kristen.
  2. Singkirkan imam imam, guru, dan kepala desa yang beragama Islam
  3. petugas ABRI yang Islam perlu diwaspadai karena yang Kristen misi sudaah ada paada meereka, sewaktu waktu mereka akan menjadi pembantai.


Untuk itu petugas yang beragamakristen agar kita beri pelayanan apabila mereka meminta bantuan.


Dan kepada petugas yang beragama Islam kita berikan berupa bantuan material, uang bila perlu kita berikan keebebasan dengan putri-putrri kita agar mereka tidak menghalangi perjuangan kita. Ingat aparat muslim daapat kita pengaruhi.


Penyerangan susulan sesudah kalei, yaitu keputusan dewan gereja pimpinan-pimpinan Kristen dikeluarkan tanggal 12 juli 2000 untuk semua umat kristiani agar tetap siaga dengan senjata-senjata yang ada dan tetap dirahasiakan.



Haleluya- hidup ABRI /TNI dan selamat Bertugas

Haleluya-Haleluya demi darah Yesus kita berjuang.



Penanggung jawab :

A N. PimpinAn Jakarta dan Salatiga

Pendeta



PRESSURES, PROVOKASI DAN KEMUNAFIKAN


Massa Sanginora yang dipimpin oleh Guntur S. Tarinje, mendatangi kantor kecamatan Poso-pesisir dan dihadiri oleh pemuka-pemuka masyarakat islam setempat. Dalam pertemuan tersebut dibuat suatu memorandum of understanding yang memuat ikatan-ikatan perjanjian sebagai berikut :


1. Pihak Kristen tidak akan saling menyerang dengan pihak muslim diseluruh Poso-pesisir. Adapun perseteruan yang terjadi dalam kerusuhan Poso cukup menjadi persoalan di Poso-kota saja, tidak perlu merambat sampai ke Poso-pesisir.


2. Semua rintangan-rintangan di jalan raya yang menghambat kelancaran lalu lintas dan mobilitas umum agar disingkirkan serta dibersihkan sebagaimana keadaan dan kondisi sebelumnya (sebelum diberi rintangan).


3. Pasukan kelompok-merah yang tidak bermusuhan dengan warga muslim Poso-pesisir tidak boleh saling mengganggu.


Kepatuhan dan kebodohan warga muslim yang terlibat dalam perjanjian itu telah hanyut dalam provokasi aparat kecamatan untuk mematuhi perjanjian tersebut. Pembersihan jalan raya-pun segera dilaksanakan yang dimulai dari desa Tabalu, Ratolene, Bega, Patiro-bajo, Mapane, Toini, Tolana, Landangan, Tompa. Dan bahkan sampai ke Kelurahan Maengko dan Kayamanya.


Jalan-jalan raya itu kini telah bersih dari cross-point yang sengaja dibuat masyarakat sebagai check-point untuk menghentikan dan memeriksa kendaraan-kendaraan yang lalu-lalang dengan tujuan keamanan dan pengamanan guna memperkecil ekses kerusuhan sosial yang terjadi di kota Poso.


Dalam kasus ini nampak bahwa masyarakat islam kurang mendapat pembinaan akidah. Mereka telah membersihkan dan melicinkan jalan-jalan yang akan dilalui oleh pasukan-pasukan yang akan menghajar saudara-saudara-islam mereka yang berada di Poso-kota. Krisis serupa dikarenakan tidak adanya komando ummat untuk disikapi oleh warga muslim disekitarnya. Dan yang lebih parah adalah persepsi umat yang menterjemahkan keislaman yang mereka miliki hanya sekedar ikatan wilayah dan bukan ikatan akidah.


Dan disisi lain aparat keamanan dan pemerintah daerah nampak telah kewalahan menyikapi kondisi yang berkembang. Kredibilitas aparat dan pemerintah mulai mengalami abrasi sejak terjadinya fajar berdarah pada awal kerusuhan, yang ditandai dengan datangnya serangan pasukan ninja, yang kemudian lolos dengan begitu saja.

Pk. 15.00. Mujahid-mujahid Ampana yang dikala itu bergabung dengan masyarakat muslim Lawanga berhadapan dengan kelompok merah (kristen) yang merupakan gabungan dari desa Sepe, Silanca, Tagolu, Toyado dan Lage. Jumlah mujahid muslim dikala itu tidak mencapai 100 (seratus) personil, sementara dari pihak penyerang berjumlah ribuan personil. Penanganan pihak aparat yang kurang sigap dan tanggap dalam memahami situasi yang berkembang, mengakibatkan gugurnya 3 orang mujahid sebagai syuhada dan 24 orang menderita luka berat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cara Berkomentar untuk yang tidak mempunyai akun .
Beri Komentar Sebagai : Name/URL > tulis namamu > lanjutkan > tulis komentar .

Terima Kasih Pengunjung .. Kami Akan Selalu MemPosting Ilmu Yang Bermakna .. ^.^